Kamis, 27 Januari 2011

sebuah perenungan untuk saya dan sejawat

Rekan sejawat yang terhormat,
Jika Anda ingin menjadi dokter untuk bisa kaya raya, maka segeralah kemasi barang-barang Anda.
Mungkin fakultas lain lebih tepat untuk mendidik anda menjadi businessman bergelimang rupiah
Daripada Anda harus mengorbankan pasien dan keluarga Anda sendiri demi mengejar kekayaan.

Jika Anda ingin menjadi dokter untuk mendapatkan kedudukan sosial tinggi di masyarakat, dipuja dan didewakan, maka silahkan kembali ke Mesir ribuan tahun yang lalu dan jadilah fir’aun di sana. Daripada Anda di sini harus menjadi arogan dan merendahkan orang lain di sekitar Anda hanya agar Anda terkesan paling berharga.
Jika Anda ingin menjadi dokter untuk memudahkan mencari jodoh atau menarik perhatian calon mertua, mungkin lebih baik Anda mencari agency selebritis yang akan mengorbitkan Anda sehingga menjadi artis pujaan para wanita. Daripada Anda bersembunyi di balik topeng klimis dan jas putih necis, sementara Anda alpa dari makna dokter yang sesungguhnya.
Dokter tidak diciptakan untuk itu, kawan.
Memilih menjadi dokter bukan sekadar agar bisa bergaya dengan BMW keluaran terbaru, bukan sekadar bisa terihat tampan dengan jas putih kebanggaan, bukan sekadar agar para tetangga terbungkuk-bungkuk hormat melihat kita lewat.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengabdian. Mengabdi pada masyarakat yang masih akrab dengan busung lapar dan gizi buruk. Mengabdi pada masyarakat yang masih sering mengunjungi dukun ketika anaknya demam tinggi.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan empati, ketika dengan lembut kita merangkul dan menguatkan seorang bapak tua yang baru saja kehilangan anaknya karena malaria.
Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kemanusiaan, ketika kita tergerak mengabdikan diri dalam tim medis penanggulangan bencana dengan bayaran cuma-cuma.
Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kepedulian, saat kita terpaku dalam sujud-sujud panjang, mendoakan kesembuhan dan kebahagiaan pasien-pasien kita.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan berbagi, ketika seorang tukang becak menangis di depan kita karena tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit anaknya yang terkena demam berdarah. Lalu dengan senyum terindah yang pernah disaksikan dunia, kita menepuk bahunya dan berkata, “jangan menangis lagi, pak, Insya Allah saya bantu pembayarannya.”
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan kasih sayang, ketika dengan sepenuh cinta kita mengusap lembut rambut seorang anak dengan leukemia dan berbisik lembut di telinganya,”dik, mau diceritain dongeng nggak sama oom dokter?”
Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan ketegasan, ketika sebuah perusahaan farmasi menjanjikan komisi besar untuk target penjualan obat-obatnya, lalu dengan tetap tersenyum kita mantap berkata, “maaf, saya tidak mungkin mengkhianati pasien dan hati nurani saya”
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengorbanan, saat tengah malam tetangga dari kampung sebelah dengan panik mengetuk pintu rumah kita karena anaknya demam dan kejang-kejang. Lalu dengan ikhlas kita beranjak meninggalkan hangatnya peraduan menembus pekat dan dinginnya malam.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan terjal lagi mendaki untuk meraih cita-cita kita. Bukan, bukan kekayaan atau penghormatan manusia yang kita cari. Tapi ridha Allah lah yang senantiasa kita perjuangkan.
Yah, memilih menjadi dokter adalah memilih jalan menuju surga, tempat di mana dokter sudah tidak lagi perlu ada…


SUBHANALLAH LUAR BIASAA..
Benar2 sebuah tulisan yang sangat menginspirasi dan membuat saya makin mantap di Fakultas Kedokteran, fakultas yang tidak pernah terbayang dalam benak saya dan untuk menjalankannya sebagai mahasiswi kedokteran saya harus merelakan jas coklat universitas idaman saya. Namun tetap bersyukur dengan apa yang ada bersyukur bahwa Allah menempatkan aku disini dan tetap bersanding dengan orang2 yang aku sayangi dan selalu memberiku motivasi serta semangat. Special thanks to :
1. Dra. Tri Wahyu Harimurtiningsih, Msi (My lovely mother)
2. Rismono Kaprawi SH (My biggy father)
3. Alm Moch Nasroen Moeljohadiwinoto (My Grandpa, sekalipun beliau tak perna meminta salah satu cucu nya untuk menjadi seorang dokter)
4. dr. Dwi Antono, Sp THT. (My uncle yang selalu menjawab pertanyaan saya tiap saya bertanya. stetoskop paling bagus apa yaa om merknya?harganya? haha terimakasih sudah membelikan stetoskop baru warna pink! sangat sangat menambah semangat ku latihan OSCA).
5. Achmad Hermansyah ( My future husband. aku tau suatu saat kamu jadi profesor teknik elektro yang sangaaaaaat di segani :**)
6. Sejawat yang sangat aku sayangi, yang ga bisa aku sebut satu persatu. khususnya untuk Pradevi Schottkynda, Syifa Dian Firmanita, Hetty Dwi Putri, Anindya Koniek Oktaviarum. aku yakin kita pasti BISA!

5 komentar:

  1. Subhanallah,, tulisannya baguus bangedd..apa lagi ada itu thuu namakuu yang dipajang..wkwk..

    iya bebii.. itulah peran dokter sesungguhnya,, bukan mencari jodoh, bukan karena gajinya banyak, bukan karena pengen tenar di masyarakat,, tapi KARENA MISI KEMANUSIAAN dan sosial

    dan once more,,
    sbnernya gaji banyak itu resiko jadi dokter..
    sementara pendapatannya itu rasa syukur sebagai hamba Allah yang bisa membantu sesama hamba Nya

    BalasHapus
  2. ayoooo yaang,dewe kudu terus semangat,terus berusaha,karo terus berdoa.. six years will be OK.. :** i do support you,honeeeeeyy..

    BalasHapus
  3. tetep terus berkarya ya citta , , , ,
    sukses buat kamu n karya tulisan tulisanmu , , ,
    semangat ya , , ,
    :D :D :D

    BalasHapus
  4. @ayu : makasih ayuuu :)
    @syifa : haha iya beb gaji banyak itu malah cobaan
    @hesyaa : you too :D
    @Mas rio : thankyou mas, kapan kerumah?ditunggu aja yaa

    BalasHapus